Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini mendominasi jumlah unit usaha, menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan memberi kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun demikian, tingkat kepatuhan pajak di kalangan UMKM masih relatif rendah. Banyak pelaku usaha yang belum memahami aturan perpajakan, tidak memiliki pembukuan yang memadai, atau merasa bahwa proses pajak terlalu rumit. Pada titik inilah keberadaan akuntan menjadi sangat penting. Akuntan dapat menjembatani kerumitan regulasi perpajakan dengan kebutuhan UMKM untuk memenuhi kewajiban mereka secara tepat dan efisien.

Pertama, akuntan memiliki peran dalam peningkatan pemahaman dan literasi pajak. Banyak pelaku UMKM tidak mematuhi aturan bukan karena ingin menghindari pajak, tetapi karena minimnya pengetahuan tentang regulasi yang sering berubah, seperti penyesuaian tarif PPh Final UMKM, penggunaan NIK sebagai NPWP, dan penerapan e-faktur. Melalui pelatihan, pendampingan, atau konsultasi langsung, akuntan dapat memberikan edukasi yang berkelanjutan. Dengan penjelasan yang praktis dan mudah dicerna, akuntan membantu pelaku UMKM memahami dasar perpajakan, cara menghitung pajak, hingga cara memenuhi kewajiban administrasi seperti pelaporan SPT.

Kedua, akuntan memainkan peran penting dalam penyusunan pembukuan yang rapi dan akurat, sebagai dasar utama kepatuhan pajak. Banyak UMKM masih mencatat transaksi secara manual atau bahkan tidak melakukan pencatatan sama sekali. Kondisi ini membuat perhitungan pajak menjadi tidak tepat dan meningkatkan risiko terkena sanksi saat pemeriksaan. Akuntan membantu UMKM menyiapkan sistem pencatatan sederhana namun sesuai standar, mulai dari arus kas, laba rugi, hingga rekonsiliasi transaksi. Dengan pembukuan yang baik, proses perhitungan pajak dan pelaporan SPT menjadi jauh lebih mudah dan tepat.

Ketiga, akuntan juga berperan sebagai penasihat pajak yang memberikan panduan strategis. Kepatuhan pajak tidak hanya mencakup pembayaran dan pelaporan, tetapi juga mencakup bagaimana UMKM dapat memenuhi kewajiban tersebut secara efisien tanpa mengganggu arus kas. Akuntan dapat merekomendasikan skema perpajakan yang paling cocok, membantu memanfaatkan insentif pajak, serta mengoptimalkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai aturan. Dengan demikian, akuntan bukan hanya memastikan kepatuhan, tetapi juga meningkatkan efektivitas pengelolaan pajak.

Keempat, akuntan menjadi penghubung antara UMKM dan otoritas pajak. Tidak sedikit pelaku UMKM yang mengalami kesulitan mengakses layanan digital Direktorat Jenderal Pajak atau memahami isi surat dari Kantor Pelayanan Pajak. Akuntan membantu menjelaskan isi surat, memberikan tanggapan yang sesuai, dan membimbing penyelesaian masalah administrasi. Peran ini sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman yang dapat berujung pada sanksi atau sengketa.

Kelima, akuntan berkontribusi dalam membentuk budaya kepatuhan pajak jangka panjang. Dengan adanya pendampingan, UMKM dapat melihat pajak sebagai bagian dari pengelolaan bisnis yang sehat, bukan hanya sebagai beban. Akuntan turut mendorong pola pikir positif tentang pentingnya kontribusi pajak untuk pembangunan nasional. Ketika kepatuhan pajak telah menjadi budaya, UMKM lebih siap berkembang dan bersaing di tingkat yang lebih tinggi.

Melalui berbagai peran tersebut, akuntan tidak sekadar bertugas pada aspek teknis, tetapi menjadi mitra strategis bagi UMKM. Upaya meningkatkan kepatuhan pajak bukan hanya bermanfaat bagi negara, tetapi juga penting untuk keberlanjutan usaha, transparansi, serta peningkatan kredibilitas UMKM. Di tengah tuntutan ekonomi modern yang semakin mengedepankan akuntabilitas dan keterbukaan, peran akuntan semakin vital untuk membantu UMKM tumbuh secara sehat, patuh hukum, dan kompetitif.